Gebrakan Baru! Peresmian DIKARA Tandai Era Kepemimpinan Disabilitas di Indonesia
Jakarta, 20 Juli 2025 — Organisasi
Disabilitas Kesejahteraan Aliansi Afirmasi Nusantara (DIKARA) secara resmi
diperkenalkan kepada publik melalui acara peresmian yang digelar via Zoom
Meeting pada Sabtu, 19 Juli 2025. Acara yang berlangsung dari pukul 09.00
hingga 12.00 WIB ini dihadiri ratusan peserta dan menjadi penanda komitmen
DIKARA untuk memperkuat peran dan kapasitas kepemimpinan penyandang disabilitas
di Indonesia.
Kegiatan
tersebut mengangkat tema “Peran Organisasi dalam Mengembangkan Pengelolaan
Manajemen dan Membangun Leadership yang Unggul dan Mandiri sebagai Bekal Masa
Depan Disabilitas Indonesia”. Menurut Ketua Umum DIKARA, Sadam Ashar Aqbi
Aubay, tema ini selaras dengan visi organisasi yang bertumpu pada tiga pilar:
organisasi, manajemen, dan kepemimpinan.
“Kami
berharap dapat memotivasi teman-teman disabilitas untuk aktif berorganisasi dan
mengasah jiwa kepemimpinan. Tujuannya agar setiap individu dapat menjadi
pemimpin yang berkontribusi positif bagi masyarakat,” ujar Sadam.
Perjalanan
DIKARA sendiri berawal dari keresahan para penerima beasiswa ADIK Difabel
mengenai ketidakjelasan pencairan dana. “Masalah ini tidak hanya saya alami,
tapi juga dirasakan banyak teman difabel di berbagai kampus,” ungkap Hafid
Rizki Barokah, salah satu pendiri DIKARA.
Keresahan
tersebut mendorongnya untuk terhubung dengan mahasiswa lain, termasuk Muhammad
Nizar Yumymukti, yang kemudian turut mendirikan aliansi ini. Dari serangkaian
diskusi daring, lahirlah sebuah wadah yang kini telah merangkul anggota dari 13
hingga 15 perguruan tinggi.
“Organisasi
ini sebenarnya telah ada sejak 10 November 2023 dengan nama Aliansi ADIK. Dulu
kami fokus mengawal isu beasiswa, tapi kini cakupan DIKARA diperluas untuk
menyentuh pengembangan diri,” tambah Sadam.
Puncak
acara diisi oleh materi dari novelis sekaligus aktivis difabel, Ramaditya
Adikara, yang mengupas tuntas pentingnya organisasi sebagai bekal dunia kerja.
Ia memaparkan bahwa pengalaman berorganisasi membentuk kepribadian melalui dua
fase utama. "Dua pengalaman yang membentuk saya adalah saat dikelola dan
saat mengelola," ujarnya.
Saat
'dikelola', ia belajar menaati aturan. Sebaliknya, saat 'mengelola', ia
memahami pentingnya menyatukan misi, menghargai perbedaan karakter, serta
menempatkan anggota tim sesuai potensinya. Ia menambahkan bahwa tantangan di
organisasi formal lebih tinggi, namun dampaknya sangat signifikan.
“Di
dunia kerja, sehebat apa pun seseorang, jika berjalan sendiri, akan sulit
berkembang. Organisasi membuka ruang kolaborasi dan mempercepat pertumbuhan,”
tegas Ramaditya. Ia menutup presentasinya dengan pesan inspiratif: “Jika ingin
menjadi pribadi yang bermakna, mulailah dari organisasi, sekecil apa pun.”
Tujuan
acara untuk menginspirasi peserta pun tercapai, terlihat dari antusiasme dan tanggapan
positif yang datang. Salah satunya disampaikan oleh Khairul Fata, seorang
mahasiswa difabel netra dari Universitas Syiah Kuala, Aceh.
“Webinar
ini memberi saya banyak wawasan baru dan motivasi untuk lebih aktif. Saya
semakin yakin bahwa penyandang disabilitas memiliki kontribusi besar dalam
organisasi dan masyarakat,” tuturnya.
Sementara
itu, apresiasi juga datang dari Esa, seorang siswa dari SLB Negeri Sambas,
Kalimantan Barat. Ia merasakan dampak serupa meski dari perspektif seorang
pelajar. “Acara ini sangat menginspirasi dan memotivasi saya selaku pelajar,”
ujar Esa.
Reporter: Tri
Rizki Wahyu Djari
Editor:
Redaksi DIKARA
Posting Komentar