Membangun Leadership dari Manajemen: Ramaditya Adikara Paparkan Bekal Organisasi untuk Disabilitas

Table of Contents

JAKARTA – Peta jalan bagi penyandang disabilitas untuk menyiapkan diri menghadapi masa depan menjadi inti pembahasan dalam sesi materi webinar Aliansi Afirmasi Dikara yang berlangsung pada Sabtu, 19 Juli 2025. Dibawakan oleh Eko Ramaditya Adikara, S.Sos., M.Si., sesi ini mengupas secara mendalam tema besar “Peran Organisasi dalam Mengembangkan Pengelolaan Manajemen dan Membangun Leadership yang Unggul dan Mandiri sebagai Bekal Masa Depan Disabilitas Indonesia.”

Dalam sesi yang dipandu oleh Windi Nurfadila, mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya, Eko Ramaditya Adikara, yang akrab disapa Rama, membagi paparannya ke dalam tiga pilar fundamental yang saling terhubung: Manajemen, Kepemimpinan, dan Bekal Organisasi.

Rama mengawali dengan pilar pertama, Manajemen, yang ia bedah menjadi dua fase pengalaman krusial: “dikelola” dan “mengelola”. Menurutnya, menjadi anggota yang “dikelola” bukanlah sebuah peran pasif, melainkan proses pembelajaran aktif. “Saat menjadi anggota, kita belajar dengan mengamati. Bagaimana seorang pemimpin memberi instruksi, bagaimana aturan ditegakkan, dan yang terpenting, bagaimana anggota lain dengan beragam karakter meresponsnya. Ini adalah fondasi empati dan pemahaman,” jelas Rama.

Setelah fase “dikelola”, ia melanjutkan ke tantangan berikutnya: fase “mengelola”. Di sini, ia secara terbuka membagikan strategi personalnya sebagai seorang tunanetra. “Sebagai tunanetra, saya tidak bisa membaca ekspresi atau gestur lawan bicara. Cara saya untuk mengatasinya adalah dengan lebih banyak berkomunikasi. Saya lebih banyak bertanya langsung untuk memastikan semua orang berada di frekuensi yang sama dan untuk memahami apa yang tidak terlihat,” ungkapnya, memberikan contoh nyata bagaimana keterbatasan dapat diatasi dengan strategi yang tepat.

Dari manajemen, pembahasan beralih ke pilar kedua: Kepemimpinan. Rama menegaskan bahwa kepemimpinan yang efektif lahir dari otentisitas, bukan dari meniru gaya orang lain. Ia mendorong peserta untuk menemukan gaya memimpin yang sesuai dengan karakter personal mereka. “Saya seorang Sangwinis-Ekstrovert. Maka, gaya saya bukanlah pemimpin yang tegas dan galak, tetapi pemimpin yang komunikatif dan humoris. Ini sangat berbeda dengan gaya seorang Koleris yang cenderung lebih direktif,” tuturnya. Ia menyarankan para pemimpin untuk memahami karakter tim agar bisa menempatkan setiap orang di posisi yang tepat.

Pilar terakhir dari paparannya adalah Bekal Organisasi. Rama merincikan manfaat nyata yang diperoleh anggotanya. Selain pengetahuan dan keterampilan interpersonal, ia menyoroti dua hal yang dinilainya krusial. Pertama, tumbuhnya rasa percaya diri yang fundamental. “Rasa percaya diri itu muncul karena kita tidak sendirian. Kita punya kendaraan untuk bersuara dan ada teman-teman yang berdiri di belakang kita,” tegasnya. Kedua, ia juga menyentuh dimensi spiritual. “Ada bekal pahala. Ketika teman-teman bekerja dengan baik di organisasi dan menolong orang lain, itu adalah investasi akhirat,” katanya.

Dalam sesi tanya jawab, kerangka kerja ini diuji langsung melalui sebuah studi kasus nyata. Ahmad Budianto, seorang mahasiswa, dengan jujur menyampaikan ketakutannya untuk menerima amanah sebagai ketua BEM karena menjadi satu-satunya penyandang disabilitas. Rama memberikan tanggapan yang bukan hanya motivasi, tetapi juga strategi. “Kita tidak mungkin menyenangkan semua orang. Itu fakta. Ambil saja amanah itu, niatkan baik, dan komunikasikan keraguanmu. Minta didampingi. Orang yang tadinya lawan bisa menjadi kawan. Jalan saja, Mas,” nasihatnya.

Rama menutup seluruh paparannya dengan sebuah metafora yang kuat. “Keberadaan kita sebagai individu itu seperti buih-buih di lautan; kecil, gampang lenyap, dan sering diacuhkan. Tetapi ketika buih-buih itu bersatu menjadi sekumpulan ombak yang besar, jangankan air, batu karang yang kokoh saja bisa ambruk,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa organisasi adalah mekanisme bagi kaum minoritas untuk mengubah nasib—dari buih yang terabaikan menjadi ombak yang mampu menciptakan perubahan.

 


1 komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Comment Author Avatar
Anonim
20 Juli 2025 pukul 09.07 Delete
Saya tunarungu dan penjahit mega dll